CELEBESNEWS. 9 Juli Kemarin Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka resmi ditugaskan Presiden Prabowo Subianto untuk menangani langsung konflik dan percepatan pembangunan di Tanah Papua. Bukan hanya sebatas kunjungan kerja, Gibran bahkan akan berkantor langsung di Papua – sebuah langkah yang disebut “terobosan strategis” oleh Menkopolhukam Yusril Ihza Mahendra.
Namun publik bertanya-tanya: apakah ini benar – benar bentuk kepercayaan penuh dari presiden kepada sang wapres, atau justru bentuk ” Pengasingan Politik” dari pusat kekuasaan?
“Selamat ya, Gibran .. Mungkin jiga dirimu di sana, Papua lebih damai. Bismillah,” tulis pengiat medsos Denny Siregar lewat Instagramnya, menyiratkan harapan sekaligus nada sarkastik .
Dari sorotan hingga isu pemakzulan, berbeda dari wapres sebelumnya yang cenderung senyap , Gibran sejak awal menjabat selalu menjadi pusat sorotan. Bukan hanya karena statusnya sebagai anak mantan presiden Jokowi, tetapi juga karena berbagai kritik atas kapasitas kepemimpinannya yang dinilai belum mumpuni.
Di tengah isu Pemakzulan yang dilontarkan oleh sejumlah tokoh dan forum Purnawirawan TNI, penugasan Fu Gibran ke Papua memunculkan spekulasi liar.
“Gibran seperti sedang ‘diselamatkan’ atau mungkin sedang ‘dijauhkan’ dari panggung utama kekuasaan,” ujar analis politik dari Universitas Paramadina , Dr. Rizal Sunaryo.
Papua Medan berat bukan sekadar panggung magang , mengurus Papua bukan sekadar tugas administrasif. Wilayah ini sarat konflik sosial, separatisme, hingga ketimpangan ekonomi yang akut. Gibran akan dihadapkan pada sejarah panjang kegagalan pendekatan militerisme dan kebijakan pembangunan yang tak menyentuh akar masalah.
Penugasan ini pun disebut – sebut sebagai test of leadership – apakah Gibran mampu memimpin diluar bayang-bayang Jokowi dan membuktikan kualitasnya secara independen ?
Jalan Terjal Kedamaian
Pemerintah mengklaim Gibran akan memfokuskan diri pada dua hal:
Percepatan pembangunan dan Peredaman Konflik. Namun pertanyaan krusialnya : strategi apa yang akan digunakan ? Apakah tetap dalam kerangka lama atau membawa paradigma baru berbasis dialog, partisipasi lokal, dan pendekatan hak asasi manusia ?
“Kalau hanya ganti wajah tapi pendekatan nya tetap represif dan top down, hasilnya ya nihil,” ujar tokoh masyarakat Papua, Yohanis Murib.
Akan jadi pahlawan atau sekadar Penggembira ?
Gibran kini berdiri di persimpangan. Jika berhasil, ia bisa mencapai sejarah sebagai pemimpin muda yang berhasil menciptakan kedamaian di bumi Cenderawasih. Jika gagal, publik akan semakin yakin bahwa jabatan wapres ini sekadar ‘warisan kekuasaan’ tanpa kapabilitas nyata.
Hanya waktu yang bisa menjawab :
Tangan dingin atau tangan kosong ? (*)